Minggu, 31 Oktober 2010

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1992 DAN APLIKASINYA

Terdiri dari 10 bab 42 pasal
Bab I (Pasal 1 , pasal 2) : Berisi mengenai ketentuan umum
Yaitu :
1. Rumah adalah bangunan yang berfungsi sebagai tempat tinggal atau hunian dan sarana pembinaan keluarga;
2. Perumahan adalah kelompok rumah yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana lingkungan;
3. Permukiman adalah bagian dari lingkungan hidup di luar kawasan lindung, baik yang berupa kawasan perkotaan maupun perdesaan yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian dan tempat kegiatan yang mendukung perikehidupan dan penghidupan;
4. Satuan lingkungan permukiman adalah kawasan perumahan dalam berbagai bentuk dan ukuran dengan penataan tanah dan ruang, prasarana dan sarana lingkungan yang terstruktur;
5. Prasarana lingkungan adalah kelengkapan dasar fisik lingkungan yang memungkinkan lingkungan permukiman dapat berfungsi sebagaimana mestinya;
6. Sarana lingkungan adalah fasilitas penunjang, yang berfungsi untuk penyelenggaraan dan pengembangan kehidupan ekonomi, sosial dan budaya;
7. Utilitas umum adalah sarana penunjang untuk pelayanan lingkungan;
8. Kawasan siap bangun adalah sebidang tanah yang fisiknya telah dipersiapkan untuk pembangunan perumahan dan permukiman skala besar yang terbagi dalam satu lingkungan siap bangun atau lebih yang pelaksanaannya dilakukan secara bertahap dengan lebih dahulu dilengkapi dengan jaringan primer dan sekunder prasarana lingkungan sesuai dengan rencana tata ruang lingkungan yang ditetapkan oleh
Pemerintah Daerah Tingkat II dan memenuhi persyaratan pembakuan pelayanan prasrana dan sarana lingkungan, khusus untuk Daerah Khusus Ibukota Jakarta rencana tata ruang lingkungannya ditetapkan
oleh Pemerintah Daerah Khusus lbukota Jakarta;
9. Lingkungan siap bangun adalah sebidang tanah yang merupakan bagian dari kawasan siap bangun ataupun berdiri sendiri yang telah dipersiapkan dan dilengkapi dengan prasarana lingkungan dan selain
itu juga sesuai dengan persyaratan pembakuan tata lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian dan pelayanan lingkungan untuk membangun kaveling tanah matang;
10. Kaveling tanah matang adalah sebidang tanah yang telah dipersiapkan sesuai dengan persyaratan pembakuan dalam penggunaan, penguasaan, pemilikan tanah, dan rencana tata ruang lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian untuk membangun bangunan;
11. Konsolidasi tanah permukiman adalah upaya penataan kembali penguasaan, penggunaan, dan pemilikan tanah oleh masyarakat pemilik tanah melalui usaha bersama untuk membangun lingkungan
siap bangun dan menyediakan kaveling tanah matang sesuai dengan rencana tata ruang yang ditetapkan Pemerintah Daerah Tingkat II, khusus untuk Daerah Khusus Ibukota Jakarta rencana tata ruangnya
ditetapkan oleh Pemerintah Daerah Khusus Ibukota Jakarta.

Pasal 2
(1) Lingkup pengaturan Undang-undang ini meliputi penataan dan pengelolaan perumahan dan permukiman, baik di daerah perkotaan maupun di daerah perdesaan, yang dilaksanakan secara terpadu dan terkoordinasi.
(2) Lingkup pengaturan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) yang menyangkut penataan perumahan meliputi kegiatan pembangunan baru, pemugaran, perbaikan, perluasan, pemeliharaan, dan pemanfaatannya, sedangkan yang menyangkut penataan permukiman meliputi kegiatan pembangunan baru, perbaikan, peremajaan, perluasan, pemeliharaan, dan pemanfaatannya.

Bab II (Pasal 3, pasal 4) : Berisi mengenai asas dan tujuan
Pasal 3
Penataan perumahan dan permukiman berlandaskan pada asas manfaat, adil dan merata, kebersamaan dan kekeluargaan, kepercayaan pada diri sendiri, keterjangkauan, dan kelestarian lingkungan hidup.
Pasal 4
Penataan perumahan dan permukiman bertujuan Untuk:
a. memenuh ikebutuhan rumah sebagai salah satu kebutuhan dasar manusia, dalam rangka peningkatan dan pemerataan kesejahteraan rakyat;
b. memwujudkan perumahan dan permukiman yang layak dalam lingkungan yang sehat, aman, serasi, dan teratur;
c. memberi arah pada pertumbuhan wilayah dan persebaran penduduk yang rasional;
d. menunjang pembangunan di bidang ekonomi, sosial , budaya, dan bidang-bidang lain.

Bab III (Pasal 5 s/d pasal 17) : Berisi mengenai perumahan

Bab IV (Pasal 17 s/d pasal 28) : Berisi mengenai pemukiman

Bab V (Pasal 29) : Berisi mengenai peran serta masyarakat

Bab VI (Pasal 30 s/d pasal 35) : Berisi mengenai pembinaan

Bab VII (Pasal 36 , pasal 37) : Berisi mengenai ketentuan pidana
Bab VIII (Pasal 38, pasal 39) : Berisi ketentuan-ketentuan lain

Bab IX (Pasal 40) : Berisi ketentuan peralihan
Bab IX (Pasal 41, pasal 42) : penutup


Contoh aplikasinya

Kisah Kemang



Menurut RTRW DKI Jakarta tahun 2010, kawasan kemang yang terletak di bagian selatan Jakarta ini di tetapkan sebagai kawasan permukiman. Kawasan ini juga menjadi daerah resapan air karena tingkat kepadatannya yang cukup rendah. Kawasan dengan kepadatan rendah artinya memiliki koefisien dasar bangunan (KDB) yang juga rendah (nilai KDB memmberikan gambaran luas tentang peresapan air di suatu lahan). Semakin kecil KDB, semakin luas lahan terbuka yang tidak ditutupi bangunan. Sebenernya KDB di wilayah kemang hanya 20 %, otomatis lahan yang tidak ditutupi bangunan 80 % dari luas wilayah kemang sekitar 33 ha.
Akan tetapi seperti yang kita ketahui, kemang adalah sebuah kawasan komersial tingkat atas. Catatab dar dinas tata ruang dki Jakarta menyebutkan, sampai akhir 2008, sekitar 73% lahan pemukiman kemnag berubah fungsi menjadi lahan komersial. Padahal seharusnya hanya 1.5% dari kawasan ini yang boleh dimanfaatkan menjadi kawasan komersial.
Masalah peralihan lahan ini di sebabkan oleh kurangnya control pemerintah dalam memberikan izin usaha.

Menurut saya pemerintah harus memperhatikan atas peralihan fungsi lahan ini, karena berpengaruh dengan dampak lingkungan yang kurang baik.

Sumber :
http://www.scribd.com/doc/15939663/Urban-Regime-di-Alih-Fungsi-Lahan-Kemang-Jakarta
http://www.google.com

UNDANG-UNDANG NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DAN APLIKASINYA

Terdiri dari 13 bab 80 pasal
Bab I (Pasal 1) : Berisi ketentuan-ketentuan umum
yaitu:
1. Ruang adalah wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut, dan ruang udara, termasuk ruang di dalam bumi sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia dan makhluk lain hidup, melakukan kegiatan, dan memelihara kelangsungan hidupnya.
2. Tata ruang adalah wujud struktur ruang dan pola ruang.
3. Struktur ruang adalah susunan pusat-pusat permukiman dan sistem jaringan prasarana dan sarana yang berfungsi sebagai pendukung kegiatan sosial ekonomi masyarakat yang secara hierarkis memiliki hubungan fungsional.
4. Pola ruang adalah distribusi peruntukan ruang dalam suatu wilayah yang meliputi peruntukan
ruang untuk fungsi lindung dan peruntukan ruang untuk fungsi budi daya.
5. Penataan ruang adalah suatu sistem proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan
pengendalian pemanfaatan ruang.
6. Penyelenggaraan penataan ruang adalah kegiatan yang meliputi pengaturan, pembinaan, pelaksanaan, dan pengawasan penataan ruang.
7. Pemerintah Pusat, selanjutnya disebut Pemerintah, adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
8. Pemerintah daerah adalah Gubernur, Bupati, atau Walikota, dan perangkat daerah sebagai unsure penyelenggara pemerintahan daerah.
9. Pengaturan penataan ruang adalah upaya pembentukan landasan hukum bagi Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat dalam penataan ruang.
10. Pembinaan penataan ruang adalah upaya untuk meningkatkan kinerja penataan ruang yang
diselenggarakan oleh Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat.
11. Pelaksanaan penataan ruang adalah upaya pencapaian tujuan penataan ruang melalui pelaksanaan perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang.
12. Pengawasan penataan ruang adalah upaya agar penyelenggaraan penataan ruang dapat diwujudkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.
13. Perencanaan tata ruang adalah suatu proses untuk menentukan struktur ruang dan pola ruang yang meliputi penyusunan dan penetapan rencana tata ruang.
14. Pemanfaatan ruang adalah upaya untuk mewujudkan struktur ruang dan pola ruang sesuai
dengan rencana tata ruang melalui penyusunan dan pelaksanaan program beserta pembiayaannya.
15. Pengendalian pemanfaatan ruang adalah upaya untuk mewujudkan tertib tata ruang.
16. Rencana tata ruang adalah hasil perencanaan tata ruang.
17. Wilayah adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta segenap unsur terkait yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek administratif dan/atau aspek fungsional.
18. Sistem wilayah adalah struktur ruang dan pola ruang yang mempunyai jangkauan pelayanan pada tingkat wilayah.
19. Sistem internal perkotaan adalah struktur ruang dan pola ruang yang mempunyai jangkauan pelayanan pada tingkat internal perkotaan.
20. Kawasan adalah wilayah yang memiliki fungsi utama lindung atau budi daya.
21. Kawasan lindung adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumber daya alam dan sumber daya buatan.
22. Kawasan budi daya adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama untuk dibudidayakan atas dasar kondisi dan potensi sumber daya alam, sumber daya manusia, dan sumber daya buatan.
23. Kawasan perdesaan adalah wilayah yang mempunyai kegiatan utama pertanian, termasuk pengelolaan sumber daya alam dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perdesaan, pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi.
24. Kawasan agropolitan adalah kawasan yang terdiri atas satu atau lebih pusat kegiatan pada wilayah perdesaan sebagai sistem produksi pertanian dan pengelolaan sumber daya alam tertentu yang ditunjukkan oleh adanya keterkaitan fungsional dan hierarki keruangan satuan sistem permukiman dan sistem agrobisnis.
25. Kawasan perkotaan adalah wilayah yang mempunyai kegiatan utama bukan pertanian
dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perkotaan, pemusatan dan distribusi
pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi.
26. Kawasan metropolitan adalah kawasan perkotaan yang terdiri atas sebuah kawasan perkotaan yang berdiri sendiri atau kawasan perkotaan inti dengan kawasan perkotaan di sekitarnya yang saling memiliki keterkaitan fungsional yang dihubungkan dengan sistem jaringan prasarana wilayah yang terintegrasi dengan jumlah penduduk secara keseluruhan sekurang-kurangnya 1.000.000 (satu juta) jiwa.
27. Kawasan megapolitan adalah kawasan yang terbentuk dari 2 (dua) atau lebih kawasan
metropolitan yang memiliki hubungan fungsional dan membentuk sebuah sistem.
28. Kawasan strategis nasional adalah wilayah yang penataan ruangnya diprioritaskan karena
mempunyai pengaruh sangat penting secara nasional terhadap kedaulatan negara, pertahanan
dan keamanan negara, ekonomi, sosial, budaya, dan/atau lingkungan, termasuk wilayah yang telah ditetapkan sebagai warisan dunia.
29. Kawasan strategis provinsi adalah wilayah yang penataan ruangnya diprioritaskan karena mempunyai pengaruh sangat penting dalam lingkup provinsi terhadap ekonomi, sosial, budaya,
dan/atau lingkungan.
30. Kawasan strategis kabupaten/kota adalah wilayah yang penataan ruangnya diprioritaskan karena mempunyai pengaruh sangat penting dalam lingkup kabupaten/kota terhadap ekonomi, sosial, budaya, dan/atau lingkungan.
31. Ruang terbuka hijau adalah area memanjang/jalur dan/atau mengelompok, yang penggunaannya lebih bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman, baik yang tumbuh secara alamiah maupun yang sengaja ditanam.
32. Izin pemanfaatan ruang adalah izin yang dipersyaratkan dalam kegiatan pemanfaatan ruang
sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.
33. Orang adalah orang perseorangan dan/atau korporasi.
34. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan dalam bidang penataan ruang.

Bab II (Pasal 2, pasal 3) : Berisi mengenai asas dan tujuan penataan ruang
Pasal 2
penataan ruang diselenggarakan berdasarkan asas:
a. keterpaduan;
b. keserasian, keselarasan, dan keseimbangan;
c. keberlanjutan;
d. keberdayagunaan dan keberhasilgunaan;
e. keterbukaan;
f. kebersamaan dan kemitraan;
g. pelindungan kepentingan umum;
h. kepastian hukum dan keadilan; dan
i. akuntabilitas.
Pasal 3
Penyelenggaraan penataan ruang bertujuan untuk mewujudkan ruang wilayah nasional yang aman, nyaman, produktif, dan berkelanjutan berlandaskan Wawasan Nusantara dan Ketahanan Nasional

Bab III (Pasal 4, pasal 5, pasal 6) : Berisi mengenai klasifikasi penataan ruang

Pasal 4
Penataan ruang diklasifikasikan berdasarkan sistem, fungsi utama kawasan, wilayah administratif, kegiatan kawasan, dan nilai strategis kawasan.
Pasal 5
(1) Penataan ruang berdasarkan sistem terdiri atas sistem wilayah dan sistem internal perkotaan.
(2) Penataan ruang berdasarkan fungsi utama kawasan terdiri atas kawasan lindung dan kawasan budi daya.
(3) Penataan ruang berdasarkan wilayah administrative terdiri atas penataan ruang wilayah nasional, penataan ruang wilayah provinsi, dan penataan ruang wilayah kabupaten/kota.
(4) Penataan ruang berdasarkan kegiatan kawasan terdiri atas penataan ruang kawasan perkotaan dan penataan ruang kawasan perdesaan.
(5) Penataan ruang berdasarkan nilai strategis kawasan terdiri atas penataan ruang kawasan strategis nasional, penataan ruang kawasan strategis provinsi, dan penataan ruang kawasan strategis kabupaten/kota.
Pasal 6
(1) Penataan ruang diselenggarakan dengan memperhatikan:
a. kondisi fisik wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang rentan terhadap bencana;
b. potensi sumber daya alam, sumber daya manusia, dan sumber daya buatan; kondisi ekonomi, sosial, budaya, politik, hukum, pertahanan keamanan, lingkungan hidup, serta ilmu pengetahuan dan teknologi sebagai satu kesatuan; dan
c. geostrategi, geopolitik, dan geoekonomi.
(2) Penataan ruang wilayah nasional, penataan ruang wilayah provinsi, dan penataan ruang wilayah kabupaten/kota dilakukan secara berjenjang dan komplementer.
(3) Penataan ruang wilayah nasional meliputi ruang wilayah yurisdiksi dan wilayah kedaulatan nasional yang mencakup ruang darat, ruang laut, dan ruang udara, termasuk ruang di dalam bumi sebagai satu kesatuan.
(4) Penataan ruang wilayah provinsi dan kabupaten/kota meliputi ruang darat, ruang laut, dan uang udara, termasuk ruang di dalam bumi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang undangan.
(5) Ruang laut dan ruang udara, pengelolaannya diatur dengan undang-undang tersendiri.

Bab IV (Pasal 7 s/d pasal 11) : Berisi mengenai tugas dan wewenang
Pasal 7
Tugas penyelenggaran penataan ruang
Pasal 8
Wewenang Pemerintah
Pasal 9
Penyelenggaraan penataan ruang oleh mentri
Wewenang Pemerintah Daerah Provinsi
Pasal 10
Wewenang pemerintah daerah provinsi dalam penyelenggaraan penataan ruang
Pasal 11
Wewenang Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota

Bab V (Pasal 12 s/d pasal 13) : Berisi mengenai peraturan dan pembinaan penataan ruang
Bab VI (Pasal 14 s/d pasal 54) : Berisi mengenai pelaksanaan penataan ruang
Bab VII (Pasal 55 s/d pasal 59) : Berisi mengenai pengawasan penataan ruang

Bab VIII (Pasal 60 s/d pasal 66) : Berisi hak, kewajiban dan peran masyarakat dalam penataan ruang

Bab IX (Pasal 67) : Berisi mengenai penyelesaian sengketa
Bab X (Pasal 68) : Berisi mengenai penyidikan
Bab XI (Pasal 69 s/d pasal 75) : Berisi mengenai ketentuan sanksi pidana

Bab XII (Pasal 76 s/d pasal 77) : Berisi ketentuan peralihan Bab XIII (Pasal 78 s/d pasal 80) : Penutup

Contoh aplikasi UU tersebut
Seiring dengan kondisi alam yang mengkhawatirkan akhir-akhir ini, masyarakat memiliki kesadaran akan lingkungan hidup yang sehat. Tercermin dalam kasus pengelolaan sampah padat dan produksi kerajinan rumahtangga di Kampung Banjarsari, Cilandak, Jakarta Selatan dan di Gang Taman, Jl. Pertanian Selatan, Klender, Jakarta Timur (Gambar 1 dan 2). Masyarakat mengintegrasikan sarana dan prasarana yang telah ada sekarang melalui kegiatan swadaya kelompok RT/RW.


Gambar 1 a-b: Penghijauan kompleks rumah di Banjarsari (Purnomohadi, 2007) dan
“Gang Taman” Jl Pertanian Selatan, Klender Jakarta Timur (Adi W., April 22, 07)


Dalam Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 secara eksplisit diuraikan tentang penegasan hal, kewajiban serta peran masyarakat, yaitu:
Pasal 60 : Setiap orang berhak untuk :
1. mengetahui Rencana Tata Ruang;
2. menikmati pertambahan nilai ruang sebagai akibat penataan ruang;
3. memperoleh penggantian yang layak atas kerugian yang timbul akibat pelaksanaan kegiatan pembangunan yang sesuai dengan perencanaan Tata Ruang;
4. mengajukan keberatan kepada pejabat berwenang terhadap pembangunan yang tak sesuai dengan Rencana Tata Ruang di wilayahnya.
Pasal 61: Dalam pemanfaatannya setiap orang wajib :
1. menaati Rencana Tata Ruang yang telah ditetapkan;
2. memanfaatkan ruang sesuai dengan izin pemanfaatan ruang dari pejabat yang berwenang;
3. memenuhi ketentuan yang ditetapkan dalam persyaratan izin pemanfaatan ruang, dan
4. memberikan akses terhadap kawasan yang oleh ketentuan peraturan perundang-undangan dinyatakan sebagai milik umum.
Pasal 65 : Peran masyarakat melalui :
1. pelibatan peran masyarakat dalam penyelenggaraan penataan ruang
2. peran masyarakat dalam penataan ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan, antara lain, melalui:
(a) partisipasi dalam penyusunan RTR;¬
(b) partisipasi dalam pemanfaatan ruang; dan
(c) partisipasi dalam pengendalian pemanfaatan ruang.

Kasus ini memberikan pelajaran baik pada kita semua untuk menata ruang menjadi lebih sehat sesuai peraturan yang ada, semoga dari contoh tersebut makin banyak lagi wilyah Jakarta yang memanfaatkan ruang nya menjadi ruang ruang yang memmberikan dampak positif bagi lingkungan. :)

sumber:
www.google.com
http://bulletin.penataanruang.net/index.asp?mod=_fullart&idart=106

Kumpulan Peraturan yang Terkait dengan Pembangunan, Perumahan dan Pemukiman, Perkotaan , konstruksi dan Tata ruang


Dalam menjalankan suatu pembangunan perlu adanya perencanaan dan aturan-aturan agar tercipta penataan ruang yang baik. Berikut beberapaperatuan yang terkait dengan pembangunan, perumahan dan pemukiman, perkotaan, konstruksi dana tata ruang.

Tata ruang
• UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007
TENTANG PENATAAN RUANG
• PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010
TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG
• PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 1997
TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL

Perumahan dan pemukinan

• UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1992
TENTANG PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN

Jasa konstruksi

• UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1999
TENTANG JASA KONSTRUKSI





JAKARTA, 13/10 - UU JASA KONSTRUKSI. Pekerja menyelesaikan pembangunan gedung bertingkat di Jakarta, Rabu (13/10). DPR akan melakukan revisi terhadap Undang-undang No. 18/1999 tentang Jasa Konstruksi, khususnya terkait dengan keikutsertaan tenaga kerja konstruksi asing dalam penyelenggaraan jasa konstruksi di Indonesia. FOTO ANTARA/Puspa Perwitasari/ss/ama/10

Perkotaan
UNDANG-UNDANG PEMERINTAHAN DAERAH BAB X
TENTANG KAWASAN PERKOTAAN

Pasal 90
Kawasan perkotaan

Pasal 91
Pengelolaan kawasan perkotaan

Pasal 92
Yang ikut berperan dalam pembangunan kawasan perkotaan

Sumber:
http://www.antarafoto.com/peristiwa/v1286975410/uu-jasa-konstruksi
http://www.google.com

Minggu, 17 Oktober 2010

Hukum Pranata Pembangunan

Unsur-unsur pokok dalam kegiatan pembangunan adalah :

1. Manusia

2. Kekayaan alam

3. Modal

4. Teknologi

Pembangunan diartikan sebagai proses perubahan ”change” sejalan dengan perkembangan zaman dan iptek yang bergerak dinamis. Dimana, perubahan tersebut merupakan upaya manusia untuk meningkatkan kualitas hidupnya.

Arsitektur merupakan ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan manusia dan lingkungan binaannya, dimana ruang sebagai wujud dari pemenuhan kebutuhan hidup manusia.

Ada tiga aspek penting dalam arsitektur, yaitu :

firmitas (kekuatan dalam konstruksi),

utilitas (kegunaan atau fungsi), dan

venustas (keindahan atau estetika)

Ruang dibuat sesuai dengan keinginan dan memiliki estetika bentuk serta memperhitungkan kekuatan structural ruang tersebut.

Didalam proses membentuk ruang terdapat cara (teknik) dan tahapan (metoda) untuk dalam penciptaanya.

Sejalan dengan perkembangan iptek, alam dan kebutuhan manusia, permasalahan timbul dalam pembangunan ruang.

Dalam penciptaan ruang (bangunan) melibatkan beberapa pelaku yaitu pemilik (owner), konsultan (arsitek), kontraktor (pelaksana) dan pendukung-pendukung lainnya. Keterkaitan antar pelaku dalam proses kegiatan pelaksanaan pembangunan mengalami pasang surut persoalan, baik internal maupun eksternal.

Gejala pasang surut tersebut mengakibatkan rentannya hubungan sehingga mudah terjadi perselisihan, yang akibatnya merugikan dan/atau menurunkan kualitas hasil.

Pranata pembangunan sebagai suatu sistem adalah sekumpulan pelaku dalam kegiatan membangun (pemilik, perencana, pengawas, dan pelaksana) yang merupakan satu kesatuan tak terpisahkan dan memiliki keterkaitan satu dengan yang lain serta memiliki batas-batas yang jelas untuk mencapai satu tujuan. Ketidakmampuan administrasi ini diukur adanya penyimpangan tata cara dan rendahnya kualitas produk yang dihasilkan dengan penggunaan biaya yang diatas harga pasar.

Maka, timbulah pranata hukum yang merupakan suatu tatanan/pedoman perilaku kehidupan untuk mewujudkan ketertiban.

Penyelenggaraan bangunan meliputi proses perancangan oleh seorang arsitek dan pelaksanaan ole kontraktor.

Sehingga peranserta/tanggung jawab arsitek sebagai perancang dari komponen utama ini sangat besar. Daya imajinasi, inovasi, dan kreatifitas sangat mempengaruhi kualitas dari lingkungan binaan yang terbentuk. Arsitek memiliki tanggungjawab yang besar terutama apabila diakitkan dengan berbagai dampak yang ditimbulkan oleh lingkungan tersebut kepada tatanan hidup dari masyarakat penghuni.

Beberapa syarat penyelenggaraan bangunan gedung yang tentunya harus dipahami dan diaplikasikan pada proses perencanaan fisik bangunan. Persyaratan tata bangunan sebagaimana dimaksud dalam persyaratan teknik bangunan meliputi persyaratan tata bangunan dan persyaratan keandalan bangunan (UU RI no. 28 tahun 2002 pasal 7 ayat 3).

Persyaratan arsitektur bangunan gedung mencakup 3 syarat, yaitu

(1) penampilan bangunan gedung,

(2) tata ruang dalam bangunan, dan

(3) keseimbangan, keserasian, dan keselarasan bangunan gedung dengan lingkungannya.

Bangunan gedung memiliki undang-undang, UU nomor 28 tahun 2002 yang mengatur segala hal tentang bangunan gedung dan persyaratan yang harus diperhatikan. Artinya, bila terjadi penyimpangan, bias, dan penyalahgunaan aturan yang mengatur sistem pengadaan barang dan jasa maka tujuan dari undang-undang dan/atau peraturan tersebut tidak terpenuhi.

inspired n' little adopt

-budisud.blogspot.com/

-budisud.community.undip.ac.id/files/2010/08/BAB-1-pdf.pdf

-mulyanto.staff.uns.ac.id/wp-content/blogs.dir/4/files//2008/12/pranata-hukum.ppt.