Sabtu, 26 Juni 2010

Arsitektur Islam di Barat

Arsitektur dapat dijadikan sebagai bukti bangsa yang berbudaya pada zaman dulu. Arsitektur islam memiliki perkembangan sesuai dengan lingkungan yang mempengaruhinya.

Spanyol
Islam pernah mengalami masa kejayaannya di Eropa. Berawal dari spanyol bagian selatan, Andalusia. Banguan peninggalan yang terkenal adalah mesjid Cordoba dan Alhambra. Mesjid dengan gaya Moor sangat mencolok dengan interior lengkungannya yang penuh dekorasi. Arsitektur Moor mencapai puncaknya dengan pembangunan Alhambra , istana megah / benteng Granada , dengan interior terbuka dan ruang yang menghiasi semilir merah, biru, dan emas.

Alhambra ( bahasa Arab : الحمراء, Al-Hamra ', harfiah "yang merah"), lengkapnya Calat Alhambra (القلعة ٱلحمراء, Al-Qal'at al-Hamra', "merah benteng"), adalah kompleks istana dan benteng dibangun pada pertengahan abad ke 14 oleh Moor penguasa dari Emirat Granada di Al-Andalus , menduduki puncak bukit dari Assabica di perbatasan tenggara kota Granada , sekarang di komunitas otonom dari Andalusia , Spanyol . Alhambra dirancang untuk mencerminkan keindahan yang sangat dari surga itu sendiri, Alhambra terdiri dari taman, air mancur, sungai, istana, dan masjid, semua dalam suatu dinding benteng mengesankan, diapit oleh 13 menara besar. [2]


Lengkungan sepatu kuda, juga disebut lengkungan Moor dan lengkungan Keyhole, adalah lambang lengkungan arsitektur Islam . lengkungan Horseshoe dapat mengambil bulat, menunjuk atau bentuk lobed.
Isolasi dengan sisa Islam, dan hubungan komersial dan politik dengan kerajaan-kerajaan Kristen juga berpengaruh dalam konsep ruang.
Bahkan setelah selesainya Reconquista , pengaruh Islam memiliki dampak mendalam terhadap arsitektur Spanyol . Secara khusus, Spanyol abad pertengahan menggunakan Mudéjar gaya, desain Islam influenc tinggi. Salah satu contoh terbaik dari 'abadi dampak arsitektur Moor di Spanyol adalah Alcazar Sevilla . Gaya Mudéjar, sebuah simbiosis teknik dan cara-cara pemahaman arsitektur yang dihasilkan dari Muslim dan Kristen budaya hidup berdampingan, muncul sebagai gaya arsitektur pada abad ke-12 di Semenanjung Iberia . Hal ini ditandai oleh penggunaan bata sebagai bahan utama. Mudéjar tidak melibatkan penciptaan bentuk baru atau struktur (tidak seperti Gothic atau Romawi ), tetapi reinterpretasi dari gaya budaya Barat melalui pengaruh Islam.
Referensi: (www.wikipedia.com)

Metode pembangunan Alhambra
Alhambra yang merupakan salah satu bangunan peninggalan islam dinasti Nasrid di Granada, Spanyol, merupakan bangunan muslim yang didesain dengan menggunakan ilmu matematika sederhana. Desain dan teknik pelaksanaan bangunan tersebut berdasar pada ilmu geometri dan tanpa dibekali dengan ilmu mekanik yang kita kenal saat ini.
Metode yang digunakan untuk pembuatan bangunan Alhambra berdasar pada metode ratio 1:5. Metode ratio ini sering digunakan pada pembuatan bangunan-bangunan untuk penentuan denah yaitu perbandingan panjang dan lebar

Implementasi geometri pada ornamen


Bentuk dasar dalam pembuatan ornamen adalah lingkaran yang dikombinasikan dengan persegi dan lingkaran yang dikominasikan dengan segitiga. Pola geometri yang menggabungkan lingkaran dan persegi, disebut dengan sistem proporsi akar 2, karena pada pola ini menggunakan ratio perbandingan sisi persegi dengan diagonal persegi yaitu 1:√2. Sedangkan pola geometri yang menggabungkan lingkaran dan segitiga disebut dengan sistem proporsi akar 3, karena pada pola ini menggunakan ratio perbandingan setengah alas dengan tinggi yang membagi dua segitiga sama sisi.



Dari kedua sistem proporsi tersebut, dapat dilanjutkan dengan metode rotasi dan juga perpotongan garis. Selanjutnya didapatkan garisgaris imajiner yang dihasilkan dari rotasi obyek dan perpotongan garis yang menyentuhnya. Pada garis-garis imajiner itulah dibuatlah sebuah garis yang membentuk pola yang nantinya dapat diulang secara vertikal dan horisontal.

Sistem proporsi akar 2
Untuk membuat garis imajiner pada sistem proporsi akar 2, langkah pertama yang perlu dilakukan adalah membuat lingkaran dan membuat garis tegak lurus yang membagi lingkaran menjadi 4 bagian. Garis pembagi tersebut apabila bertemu dengan lingkaran akan terbentuk 4 titik. temu Selanjutnya dibuat empat lingkaran dengan radius yang sama dengan pusat lingkaran pada keempat titik temu tersebut. Dari perpotongan lingkaran-lingkaran tersebut akan didapatkan titik temu yang lain dan apabila dihubungkan akan didapatkan persegi di luar lingkaran dan garis diagonal.


Selanjutnya untuk membuat garis imajiner baru dapat dihasilkan dari titik-titik hasil perpotongan lingkaran, persegi, dan garis diagonal. Pada garis-garis imajiner itulah dimulai sebuah pola yang selanjutnya diulang secara vertikal dan horisontal. Pola pengulangan pada sistem proporsi ini adalah dengan mendekatkan persegi di luar lingkaran dengan persegi di luar lingkaran berikutnya.


Sistem proporsi akar 3
Untuk pembuatan garis imajiner pada sistem proporsi akar 3, langkah pertama yang perlu dilakukan adalah membuat lingkaran dan membuat garis lurus yang membagi lingkaran menjadi 2 bagian. Selanjutnya dibuat lingkaran dengan pusat lingkaran pada kedua titik tersebut. Dari pertemuan kedua titik tersebut ditarik garis sehingga terbentuk dua segitiga sama sisi dan atau hexagonal di dalam lingkaran.

Dari garis-garis imajiner tersebut dapat dimulai sebuah pola dan dilakukan dengan pengulangan dengan cara mendekatkan modul-modul hexagonal. Berbeda dengan pengulangan pada sistem proporsi akar 2 yang dapat dilakukan secara linear baik horisontal ataupun vertikal, karena pada sistem proporsi akar 2 memiliki bentuk persegi yang memiliki dua diagonal yang sama, sedangkan pada hexagonal tidak memiliki diagonal yang sama.
Apabila pada sistem proporsi akar 3 dipaksakan untuk pengulangan secara linear, seperti yang terjdai pada sistem proporsi akan 2, maka akan dihasilkan motif yang gagal. Karena terdapat ruang yang kosong diantaranya.


Pola-pola yang terbentuk tersebut di atas, baik yang didapat dari sistem proporsi akar 2 ataupun akar 3, tidak hanya digunakan pada dekorasi arsitektur, tetapi juga digunakan pada kerajinan logam, kayu, keramik, tekstil, karpet ataupun minatur.
Dari beberapa contoh yang disebutkan di atas, yang meliputi langkah-langkah mendesain sebuah denah, fasade, layout, dan ornamen, dapat ditarik benang merah bahwa geometri yang merupakan bagian dari ilmu matematika memiliki andil yang besar dalam kesenian dan arsitektur
Islam pada saat itu. Keindahan yang terlihat, dan menjadi saksi hingga saat ini di Alhambra, merupakan salah satu contoh peninggalan Islam dalam berkesenian dan berarsitektur.

Sumber : http://www.eramuslim.com/syariah/tsaqofah-islam/andi-pramono-pola-geometri-pada-seni-dan-arsitektur-islam-di-andalucia.htm


Era Utsmaniyah
Masjid terbesar dan paling banyak ada di [Turki], yang diperoleh pengaruh dari desain Bizantium, Persia dan Suriah - Arab.Arsitek Turki diimplementasikan gaya mereka sendiri dari kubah. [7] Arsitektur dari Kekaisaran Ottoman Turki memiliki keseluruhan bentuk yang khas, terutama masjid besar dari gaya Mimar Sinan , seperti Masjid Suleiman pertengahan abad ke-16 . Selama hampir 500 tahun arsitektur Bizantium seperti gereja Hagia Sophia menjadi model bagi banyak Ottoman masjid seperti Masjid Shehzade, Masjid Suleiman, dan Masjid Rüstem Pasha.

Ottoman menguasai teknik bangunan ruang yang luas dibatasi oleh ringan namun tampaknya kubah besar, dan mencapai keselarasan sempurna antara ruang dalam dan luar, serta cahaya dan bayangan. Arsitektur agama Islam yang sampai saat itu terdiri dari bangunan sederhana dengan decorxations ekstensif, diubahkan dengan Dinasti Utsmani melalui arsitektur dinamis kubah , semikubah, dan kolom. Mesjid berubah menjadi ruang yang tertutup dengan dikelilingi dinding arabesque sebagai tempat suci dengan keseimbangan estetik dan teknis, dan bertendensi surgawi.
Ref: www.wikipedia.com

Haghia Sofia


google.com

Kini namanya Museum Aya Sofia. Sebelum menjadi museum, bangunan ini dulunya adalah masjid. Dan sebelum menjadi masjid, ia adalah gereja yang bernama Haghia Sopia.

Usia bangunan ini sudah sangat tua, sekitar lima abad. Bangunan ini merupakan kebanggaan masyarakat Muslim di Istanbul, Turki. Keindahan arsitekturnya begitu mengagumkan para pengunjung. Karenanya, jika berkunjung ke Istanbul, belum lengkap tanpa melihat kemegahan Aya Sofia.

Tampak dari luar, pengunjung disuguhkan ukuran kubah yang begitu besar dan tinggi. Ukuran tengahnya 30 meter, tinggi dan fundamennya 54 meter. Ketika memasuki area bangunan, pengunjung dibuai oleh keindahan interior yang dihiasi mosaik dan fresko. Tiang-tiangnya terbuat dari pualam warna-warni. Sementara dindingnya dihiasi beraneka ragam ukiran.

Selain keindahan interior, daya tarik bangunan ini juga didapat dari nilai sejarahnya. Di sinilah simbol pertarungan antara Islam dan non-Islam, termasuk di dalamnya nilai-nilai sekuler pascaruntuhnya Kekhalifahan Turki Usmani.

awalnya.....

Gereja

Sebelum diubah menjadi masjid, Aya Sofia adalah sebuah gereja bernama Hagia Sophia yang dibangun pada masa Kaisar Justinianus (penguasa Bizantium), tahun 558 M. Arsitek Gereja Hagia Sophia ini adalah Anthemios dari Tralles dan Isidorus dari Miletus.

Berkat tangan Anthemios dan Isidorus, bangunan Hagia Sophia muncul sebagai simbol puncak ketinggian arsitektur Bizantium. Kedua arsitek ini membangun Gereja Hagia Sophia dengan konsep baru. Hal ini dilakukan setelah orang-orang Bizantium mengenal bentuk kubah dalam arsitektur Islam, terutama dari kawasan Suriah dan Persia. Keuntungan praktis bentuk kubah yang dikembangkan dalam arsitektur Islam ini, terbuat dari batu bata yang lebih ringan daripada langit-langit kubah orang-orang Nasrani di Roma, yang terbuat dari beton tebal dan berat, serta mahal biayanya.

Oleh keduanya, konsep kubah dalam arsitektur Islam ini dikombinasikan dengan bentuk bangunan gereja yang memanjang. Dari situ kemudian muncullah bentuk kubah yang berbeda secara struktur, antara kubah Romawi dan kubah Bizantium. Pada arsitektur Romawi, kubah dibangun di atas denah yang sudah harus berbentuk lingkaran, dan struktur kubahnya ada di dalam tembok menjulang tinggi, sehingga kubah itu sendiri hampir tidak kelihatan. Sedangkan kubah dalam arsitektur Bizantium dibangun di atas pendentive--struktur berbentuk segitiga melengkung yang menahan kubah dari keempat sisi denah persegi--yang memungkinkan bangunan kubah tersebut terlihat secara jelas.

Bangunan gereja ini sempat hancur beberapa kali karena gempa, kemudian dibangun lagi. Pada 7 Mei 558 M, di masa Kaisar Justinianus, kubah sebelah timur runtuh terkena gempa. Pada 26 Oktober 986 M, pada masa pemerintahan Kaisar Basil II (958-1025), kembali terkena gempa. Akhirnya, renovasi besar-besaran dilakukan agar tak terkena gempa di awal abad ke-14.

Pengembangan Turki Usmani
Pada 27 Mei 1453, Konstantinopel takluk oleh tentara Islam di bawah pimpinan Muhammad II bin Murad II atau yang terkenal dengan nama Al-Fatih yang artinya sang penakluk. Saat berhasil menaklukkan kota besar Nasrani itu, Al-Fatih turun dari kudanya dan melakukan sujud syukur.

Ia pergi menuju Gereja Hagia Sophia. Saat itu juga, bangunan gereja Hagia Sophia diubah fungsinya menjadi masjid yang diberi nama Aya Sofia. Pada hari Jumatnya, atau tiga hari setelah penaklukan, Aya Sofia langsung digunakan untuk shalat Jumat berjamaah.

Sepanjang kekhalifahan Turki Usmani, beberapa renovasi dan perubahan dilakukan terhadap bangunan bekas gereja Hagia Sophia tersebut agar sesuai dengan corak dan gaya bangunan masjid.

Dalam sejarah arsitektur Islam, orang-orang Turki dikenal sebagai bangsa yang banyak memiliki andil dalam pengembangan arsitektur Islam ke negara-negara lainnya. Sementara dalam masalah keagamaan, orang-orang Turki terkenal sangat bijak, sebab mereka tidak memaksakan penduduk daerah taklukannya untuk masuk Islam, meskipun mereka berani berperang untuk membela Islam.

Karena orang-orang Turki yang beragama Islam cukup arif, maka ketika Gereja Hagia Sophia dialihfungsikan menjadi masjid pada 1453, bentuk arsitekturnya tidak dibongkar. Kubah Hagia Sophia yang menjulang ke atas dari masa Bizantium ini tetap dibiarkan, tetapi penampilan bentuk luar bangunannya kemudian dilengkapi dengan empat buah menara. Empat menara ini, antara lain, dibangun pada masa Al-Fatih, yakni sebuah menara di bagian selatan. Pada masa Sultan Salim II, dibangun lagi sebuah menara di bagian timur laut. Dan pada masa Sultan Murad III, dibangun dua buah menara.

Pada masa Sultan Murad III, pembagian ruangnya disempurnakan dengan mengubah bagian-bagian masjid yang masih bercirikan gereja. Termasuk, mengganti tanda salib yang terpampang pada puncak kubah dengan hiasan bulan sabit dan menutupi hiasan-hiasan asli yang semula ada di dalam Gereja Hagia Sophia dengan tulisan kaligrafi Arab. Altar dan perabotan-perabotan lain yang dianggap tidak perlu, juga dihilangkan.
Begitu pula patung-patung yang ada dan lukisan-lukisannya sudah dicopot atau ditutupi cat. Lantas selama hampir 500 tahun bangunan bekas Gereja Hagia Sophia berfungsi sebagai masjid.

Akibat adanya kontak budaya antara orang-orang Turki yang beragama Islam dengan budaya Nasrani Eropa, akhirnya arsitektur masjid yang semula mengenal atap rata dan bentuk kubah, kemudian mulai mengenal atap meruncing. Setelah mengenal bentuk atap meruncing inilah merupakan titik awal dari pengembangan bangunan masjid yang bersifat megah, berkesan perkasa dan vertikal. Hal ini pula yang menyebabkan timbulnya gaya baru dalam penampilan masjid, yaitu pengembangan lengkungan-lengkungan pada pintu-pintu masuk, untuk memperoleh kesan ruang yang lebih luas dan tinggi.

sekarang........

Museum

Perubahan drastis terjadi di masa pemerintahan Mustafa Kemal Ataturk di tahun 1937. Penguasa Turki dari kelompok Muslim nasionalis ini melarang penggunaan bangunan Masjid Aya Sofia untuk shalat, dan mengganti fungsi masjid menjadi museum. Mulailah proyek pembongkaran Masjid Aya Sofia. Beberapa desain dan corak bangunan yang bercirikan Islam diubah lagi menjadi gereja.

Sejak difungsikan sebagai museum, para pengunjung bisa menyaksikan budaya Kristen dan Islam bercampur menghiasi dinding dan pilar pada bangunan Aya Sofia. Bagian di langit-langit ruangan di lantai dua yang bercat kaligrafi dikelupas hingga mozaik berupa lukisan-lukisan sakral Kristen peninggalan masa Gereja Hagia Sophia kembali terlihat.

Sementara peninggalan Masjid Aya Sofia yang menghiasi dinding dan pilar di ruangan lainnya tetap dipertahankan.

Sejak saat itu, Masjid Aya Sofia dijadikan salah satu objek wisata terkenal di Istanbul oleh pemerintah Turki. Nilai sejarahnya tertutupi gaya arsitektur Bizantium yang indah memesona.


Menjadi Inspirasi dalam Perkembangan Arsitektur Islam

Arsitektur Islam dapat dikatakan identik dengan arsitektur masjid. Sebab, ciri-ciri arsitektur Islam dapat terlihat jelas dalam perkembangan arsitektur masjid. Salah satu masjid yang gaya arsitekturnya banyak ditiru oleh para arsitek Muslim dalam membangun masjid di berbagai wilayah kekuasaan Islam adalah Masjid Aya Sofia di Istanbul, Turki.

Desain dan corak bangunan Aya Sofia sangat kuat mengilhami arsitek terkenal Turki Sinan (1489-1588) dalam membangun masjid. Sinan merupakan arsitek resmi kekhalifahan Turki Usmani dan posisinya sejajar dengan menteri.

Kubah besar Masjid Aya Sofia diadopsi oleh Sinan--yang kemudian diikuti oleh arsitek muslim lainnya--untuk diterapkan dalam pembangunan masjid.

Salah satu karya terbesar Sinan yang mengadopsi gaya arsitektur Aya Sofia adalah Masjid Agung Sulaiman di Istanbul yang dibangun selama 7 tahun (1550-1557). Seperti halnya Aya Sofia, masjid yang kini menjadi salah satu objek wisata dunia itu memiliki interior yang megah, ratusan jendela yang menawan, marmer mewah, serta dekorasi indah.

Dalam sejarah arsitektur Islam, orang-orang Turki dikenal sebagai bangsa yang banyak memiliki andil dalam pengembangan arsitektur Islam hingga ke negara lainnya. Misalnya Dinasti Seljuk yang menampilkan tiga ciri arsitektur Islam, khususnya arsitektur masjid.

Pertama, Dinasti Seljuk tetap mengembangkan konsep mesjid asli Arab, dengan lapangan terbuka di bagian tengahnya. Kedua, konsep masjid madrasah dan berkubah juga dikembangkan. Ketiga, mengembangkan konsep baru setelah berkenalan dengan kebudayaan Barat, terutama pada masa Dinasti Umayyah.

Ketika orang-orang Turki memperluas kekuasaannya atas dasar kepentingan ekonomi dan militer pada abad ke-11, mereka akhirnya bisa menguasai Bizantium.

Saat kebudayaan Islam bersentuhan dengan kebudayaan Eropa di Kerajaan Romawi Timur (Bizantium/Konstantinopel) pada abad ke-11, arsitektur Islam juga menimba teknik dan bentuk arsitektur Eropa, yang tumbuh dari arsitektur Yunani dan Romawi. Sebaliknya, teknik dan bentuk arsitektur Islam yang dibawa oleh bangsa Turki juga disadap oleh bangsa Romawi untuk dikembangkan di Kerajaan Romawi Timur.

Akibat adanya kontak budaya antara orang-orang Muslim Turki dan budaya Nasrani di Eropa Timur inilah, arsitektur Islam yang semula hanya mengenal atap bangunan rata dan bentuk kubah, kemudian mulai mengenal atap meruncing ke atas. Selain itu, sejak bersentuhan dengan kebudayaan Kerajaan Romawi Timur ini juga, arsitektur Islam mulai mengenal arsitektur yang bersifat megah, berkesan perkasa, dan vertikalisme.(rpb) www.suaramedia.com



ini hasil googling-an saya dari sumber2 tersebut..

Perkembangan Islam di Barat (m.k: Perkembangan Arsitektur 2)

dari buku p raziq.....maaf saya lupa judulnya

Substan of a muslim structure. No matter how dramatically the mass of ghotic wall might be voided into a network of linear elements, the rational system of its verticals and horizontals, the logic of its rib vaulting sprouting from colomar support, the rhythmic sequence of its bays, was always visible, comprehensible, and clearly defined. Ironically, a number of elements that helped give gothic architecture its special linear, vertical nature, such as the pointed arch, the rib, and the elements adopt into its tracery such as lobed arches and some interlace designs, probably come into the west from contact with islam. But the explicit structural logic of wastern medieval architecture was alien to the spiritualaims of Muslim building even thought both traditions grew from the same formal rootsand over the course of time exerted some influence each over the other.
The vigor of classic Moorish architecture in Spain was not sustained after the fourteenth century. The Alhambra was the last grand structure in Islamic far West and coincided with the final phase of Islamic dominance in Spain. European Late Gothic and Rainaissence architecture now subsumed the muslim architectural achievement there. Moorish building became increasingly infiltrated by Gothic and Rainaissence elements added to already excessive decorative program, so that the earlier integrity of the syle was destroyed. But roughtly contemporary with the western Islamic golden age (tenth to fourteenth centuries) , thee had flourished in the Near East – especially in Cairo after its foundation by Caliph al-Muizz in 969-an exceptionally brilliant periode of muslim building, which has some bearing on the realation of islam and the architecture of the West. Numerous mosques and madrasas (schools for religious instruction), as well as secular building sach as mausolea,palaces, and citadels, endowed Cairo,first under the fatimids and than the mumluks, with what has remained one of the richest concentration of well – preserve Islamic structure in thr world. Not only in Egypt, but in Persia, Syria, and Iraq there proliferated mosques, madrasas, and tombs of a quality of construction and design that have made them milestones of world architecture.
One of the most impressive of the Cairo structures in termsof size, fungtion, and the decoration is complex of buildings belonging to the mosque-madrasa (begun 1356)of Mumluk Sultan Hasan al-Nasir, who rule Egypt from 1347 to 1351 and from 1354 to 1362. The mosque sanctuary with its qibla wall is one of four grand vaulted halls (iwans) leading out of an open court throught a huge pointed arch in an overall cruciform design (fig.342). the other three chambers fungtioned as madrasas, and in the corner of the cross were four similar madrasas each with its own complex of students room, a courtyard, and iwans. Most majestic of all is the monumental domed mausoleum, flanked by minarets, adjacent to the sanctuary (fig.343). The geometry clarity of the design of this structure ad of the entire complex, and the cubic volumes free of colomns can be traced back to source in the West. The centrally planned domed martyria of early Christianity were in the background of the mausoleum structure at Sultan Hasan’s mosque ; to precedents in medieval Byzantine architecture are owed the sharply defined spaces and austere cubic forms of the cairo structure.
The contribution of Byzantine architecture to Muslim building accounts for one of the most significant of the diverse regional styles of the Islamic world and was realized most dramatically in Turkey after the Ottoman conquest of the Constantinople, seat of Christendom in the East, in 1453. There the Ottman architect chose to model their mosques on the churches of Byzantium and primarily, of course, on Hagia Sophia. The mosque of Sulayman (1550;fig.344) in Constantinople is a paradigm of the type with its huge, domed, central area opening throught grand arches to subsidiary spaces vaulted on two sides by buttressing half – domes. Like the principal dome of Hagia Sophia, that of the mosque of Sulayman – a hemisphere over a cubic space rising from curved pendentives – appear to float above a ring of light formed by closely spaced windows at its base. Like his Byzantine predecessors, Sinan, Sulayman’s favourite architect, was able to achive in his mosque for the sultan the Byzantine effect of weightless surface suspended in an atmosphere made fluid by dappled light and the color of ornament. No less for the Muslim than for the Christian was the suffused light of an interior space a symbol of the celestial or the paradisiacal, and so the mosque of Ottoman Turkey shared with the churches of the Byzantium the rich and glowing embellishments. In a departure from pre-Ottaman mosque tradition, in which the exteriors of the building were structurally nonaarticulated, the mosque of Sulayman and other Ottaman structures, once again indebted to the architect of Hagia Sophia, integrated the design and appearance of interior and exterior shapes. The typical profile, therefore, of a sixteenth century Ottaman mosque, is not dissimilar to contemporary European High Renaissance central – plan buildings where a compact cluster of subsidiary domed unit are subordinated to the unifying central domed.
In contrast to this dense massing of arched and domed shape are the tall tapering minarets at each corner of the mosque precinct. A uniquely Muslim invention, the balconied minaret-tower is recognized, like the spire of a gothic church, as a religious symbol through its long association with the mosque. Altough minarets came to be used as a place from which the faithful were called to prayer, towers in early mosque functioned only as indicators of a sacred site and as…(continue)

---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
hasil translate-an

…….Tidak peduli seberapa dramatis massa dinding ghotic mungkin ruang kosong menjadi jaringan dari elemen linier, sistem rasional vertikal dan horizontals, logika bentuk kubah yang menyerupai rusuk tumbuh dari dukungan colom, rangkaian dinding diantara dua pilar selalu terlihat, dipahami, dan jelas. Ironisnya, sejumlah elemen yang membantu memberikan arsitektur Gothic khususnya garis, sifat vertikal, seperti lengkungan yang agak runcing, bentuk kubah yang menyerupai rusuk, dan unsur-unsur yang mengadopsi ke dekorasinya seperti lengkungan yang meruncing dan beberapa desain terpaut, mungkin datang ke barat dari kontak dengan islam. Tapi, jelas logika struktural arsitektur Barat abad pertengahan adalah asing bagi esensi tujuan bangunan Islam bahkan berpikir kedua tradisi tumbuh dari akar formal dan saling mempengaruhi satu sama lain.
Kekuatan arsitektur klasik Moorish di Spanyol tidak berlanjut setelah abad keempat belas. Alhambra adalah bangunan besar terakhir dalam Islam Barat dan bertepatan dengan tahap akhir dominasi Islam di Spanyol. Eropa Akhir dan arsitektur Gothic Rainaissence sekarang terserap di kesuksesan arsitektur muslim di Barat. Bangunan Moorish menjadi semakin dipengaruhi oleh Gothic dan elemen Rainaissence terlihat dari penambahkan program dekoratif secara berlebihan, sehingga integritas awal style itu hancur. Namun kasarnya gaya modern dengan zaman keemasan Islam barat (abad 10 sampai 14), telah berkembang di Timur Tengah - terutama di Kairo setelah berdirinya Khalifah al-Muizz dalam periode 969-an periode bangunan muslim yang sangat luar biasa, yang memiliki beberapa hubungan antara islam dan arsitektur Barat. Sejumlah masjid dan madrasah (sekolah untuk pelajaran agama), serta bangunan pendukung seperti mushola, istana, dan benteng-benteng, dikaruniai Kairo, pertama di bawah dinasti Fatimiyah dan mumluks, dengan apa ditetapkan salah satu sumber konsentrasi terkaya - melestarikan struktur Islam di dunia. Tidak hanya di Mesir, tetapi di Persia, Suriah, dan Irak ,di sana berkembang bangunan masjid, madrasah, dan makam yang kualitas konstruksi dan desain telah menjadi tonggak arsitektur dunia.
Salah satu yang paling mengesankan dari struktur Kairo adalah dalam segi ukuran, fungsi, dan dekorasi yang kompleks dari bangunan madrasah-masjid (mulai 1356) Mumluk Sultan Hasan al-Nasir, yang memerintah Mesir dari tahun 1347-1351 dan tahun 1354 - 1362. Tempat suci masjid dengan dinding kiblat adalah salah satu dari empat ruang besar berbentuk kubah (Berfungsi) yang terbuka dengan lengkung meruncing dalam keseluruhan desain salib (fig.342). Tiga ruang lainnya adalah kamar yang berfungsi sebagai madrasah, dan di sudut persilangan empat madrasah yang sama masing-masing dengan kompleks kelas, halaman sendiri. Paling megah dari semua adalah makam kubah monumental, diapit oleh menara, berdekatan dengan tempat suci (fig.343). Kejelasan geometri desain dari struktur ini pada seluruh kompleks, dan volume ruang yang bebas dari colom dapat ditelusuri kembali ke sumber di Barat. Perencanaan kubah martyria kekristenan awal di latar belakangi struktur makam di masjid Sultan Hasan; untuk preseden dalam arsitektur Bizantium abad pertengahan memberikan definisi ruang secara tajam dan bentuk kubus yang kaku dari struktur Kairo.
Kontribusi arsitektur Bizantium pada bangunan Muslim merupakan salah satu yang paling penting dari beragam gaya dunia Islam dan terealisasi di Turki setelah penaklukan Ottoman dari Konstantinopel, pusat Kristen di Timur, tahun 1453. Ada arsitek Ottman memilih untuk menjadikan bangunan mesjid di gereja-gereja Byzantium dan terutama di Hagia Sophia. Masjid Sulaiman (1550; fig.344) di Konstantinopel adalah suatu paradigma membuka daerah yang luas, kubah, area tengah terbuka dengan lengkung untuk ruang berkubah pada dua sisi denagn buttressing (suatu massa/tembok yang dibangun menghadap dinding untuk membalas tekanan) setengah – kubah. Seperti kubah utama Hagia Sophia, bahwa dari Masjid Sulaiman - di belahan atas ruang kubik naik dari pendentives melengkung - muncul seperti melayang terlihat sebuah cincin cahaya yang dibentuk oleh jarak dekat jendela pada dasarnya. Seperti pendahulunya Bizantium, Sinan, arsitek favorit Sulaiman, mampu mencapai efek permukaan ringan di dalam atmosfer yang dibuat fluida oleh cahaya belang-belang dan warna ornamen. Tidak kurang bagi muslim daripada bagi orang Kristen adalah meliputi cahaya dari suatu ruang interior sebagai sebuah simbol langit atau surgawi, sehingga masjid Utsmaniyah Turki bersama dengan gereja-gereja Byzantium yang kaya akan hiasan dan bercahaya. Permulaan dari tradisi masjid pra-Ottaman, eksterior bangunan yang secara struktural nonaarticulated, masjid Sulaiman dan struktur Ottaman lainnya, sekali lagi berhutang kepada arsitek Hagia Sophia, keterpaduan desain dan tampilan bentuk interior dan eksteriornya. Profil khas, oleh karena itu, masjid abad keenam belas Ottaman, tidak berbeda dengan bangunan kontemporer pusat High Renaissance Eropa – perencanaan bangunan di mana sekelompok subunit kubah adalah subordinasi ke pusat pemersatu kubah.

Berbeda dengan massa padat ini, bentuk melengkung dan kubah adalah menara runcing yang tinggi di setiap sudut masjid. Sebuah penemuan unik Islam, mengakui menara-menara balkon, seperti puncak menara gereja gothic, sebagai simbol keagamaan melalui asosiasi lama dengan masjid. Walaupun menara itu akan digunakan sebagai tempat dari mana umat dipanggil untuk berdoa, menara di masjid awal hanya berfungsi sebagai indikator situs suci dan sebagai ...(bersambung)